BUDAI DI UNISSULA
BUDAYA AKADEMIK ISLAM DI UNISSULA
Budaya
belajar yang harus dikembangkan di dalam masyarakat Islam adalah budaya
ibadah, karena salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk
beribadah kepada Allah SWT seperti di terangkan dalam..
firman Allah (Q.S. 51: 56).
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون﴾ ﴿
Artinya, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Seluruh
babak kehidupan dan penghidupan manusia dalam segala aktivitasnya harus
dibingkai dengan nilai ibadah. Demikian juga di dalam kehidupan kampus
juga dihiasi dan dijiwai oleh nilai-nilai ibadah. Berangkat dari budaya
inilah, budaya belajar yang berlaku dilingkungan UNISSULA juga
diusahakan tidak lepas dari nilai ibadah untuk tidak kehilangan
jatidirinya sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang bersemboyan “Bismillah, Membangun Generasi Khiara Ummah”.
Komitmen
Unissula dengan visi Bismillah Membangun Generasi Khaira Ummah membawa
konsekuensi pada optimalisasi peran untuk menjadi bagian dari gerakan
membangun peradaban Islam. Dalam konteks ini, strategi Budai menjadi
pilihan untuk memulai gerakan dengan program rekonstruksi ilmu dan
perilaku atas dasar nilai-nilai Islam.
Budai
yang ditetapkan pada tanggal 18 agustus 2005 . Hal ini dilatarbelakangi
kondisi dunia pendidikan di Indonesia yang secara praktikal semakin
materialistis dan telah berakibat kehancuran akhlak bangsa .
Khaira
Ummah adalah generasi terbaik yang Allah potensikan mampu memimpin
dunia mengganti kaum yahudi, Nasrani dan kekuatan lainnya yang membangun
peradaban .
Gerakan Thaharah (lingkungan bersih, sehat dan bebas rokok)
Ajaran
Islam sangat memperhatikan masalah kebersihan yang merupakan salah satu
aspek penting dalam ilmu kesehatan. Hal yang terkait dengan kebersihan
disebut At-Thaharah.Di
tandaskan di dalam Al-qur’an, betapa penting kedudukan orang-orang yang
mensucikan diri di mata Allah, yang di terangkan dalam surat Al-Baqarah
222;
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”
Gerakan Shalat Berjamaah
Di
dalam Islam shalat merupakan perintah yang utama dan kewajiban yang
harus ditunaikan, serta ada ancaman besar bagi orang yang
meninggalkannya. Allah SWT berfirman:
﴿مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَر َقَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ﴾
(Q.S. Al-Muddatstir: 42-43) yang artinya, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.
Shalat juga merupakan pilar agama dan kunci syurga, karena perkara yang
pertama diperhitungkan dari seorang hamba pada hari kiamat adalah
shalat. Apabila shalatnya baik, maka seluruh amal perbuatannya dianggap
baik; sebaliknya apabila shalatnya buruk, maka segala amal perbuatannya
dianggap buruk pula.
Shalat
berjama’ah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya.
Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah
meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika
Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di
masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr
untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang
dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat
berjama’ah di masjid.
Kalau
kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an,
As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan
mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan
wajibnya shalat berjama’ah di masjid. Di antara dalil-dalil tersebut
adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama Orang-orang yang Ruku’
Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama’ah adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43).
2. Perintah Melaksanakan Shalat Berjama’ah dalam Keadaan Takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).
3. Perintah Nabi untuk Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Al-Imam
Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya
mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal
bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan
lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan
kami kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah
kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah
kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang di
antara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang
Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di
antara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
4. Larangan Keluar dari Masjid setelah Dikumandangkan Adzan
Sesungguhnya
Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid
sebelum melaksanakan shalat berjama’ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan
dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami,
apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent)
maka janganlah keluar salah seorang di antara kalian sampai dia shalat
(di masjid secara berjama’ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).
5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama’ah
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum
untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah,
padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:
a. keadaannya yang buta,
b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. jauhnya rumahnya dari masjid,
d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang
laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah,
sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku
ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya
untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan.
Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu
berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia
menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan
tersebut."
Kaum Muslimah Lebih Utama Shalat di Rumahnya
Adapun
bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah shalat di
rumahnya daripada di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna"
(dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits
yang sangat banyak yang menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum
muslimah. Tapi apabila kaum muslimah meminta idzin untuk shalat di
masjid maka tidak boleh dilarang bahkan harus diidzinkan. Tetapi ketika
dia keluar ke masjid harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu menutupi
aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan
menimbulkan fitnah dan yang lainnya yang telah dijelaskan para ‘ulama.
Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (ta’lim) yang disampaikan oleh ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ‘ilmu maka shalat di rumah lebih baik daripada di masjid.
Gerakan Busana Islam
Adab
berpakaian dalam pergaulan dilikungan kampus UNISSULA belum sepenuhnya
dilaksankan dalam hal ini adalah mahasiswi, masih ada sebagian mahasiswi
yang mengenakan baju tidak sesuai dengan adab pergaulan yang
mencerminkan akhlakul karimah yang sesuai dengan ajaran Islam. Tetapi
ada pula sebagian yang lain yang menggunakan sesuai tuntunan ajaran
agama. Model pakaian yang mahasiswi kenakan tersebut ketat, sehingga
lekuk tubuh dapat terlihat dengan jelas. mahasiswa (putra) sebagian
besar banyak yang memakai celana jeans.Pakaian
harus selaras dengan tata kesopanan Islam, sedangkan pakaian menurut
tata kesopanan Islam yaitu terdapatnya sifat-sifat sebagai berikut (Muhammad Yusuf Qardhawi, “halal dan haram dalam Islam) :
1. Harus
menutup semua badan, selain yang memang telah dikecualikan oleh
Al-Qur’an “Apa-apa yang bisa tapak” (Q.S. An-Nur ayat 31).
وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾ ﴿
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya”.
2. Tidak tipis dan tidak membentuk badan sehingga tampak kulit
3. Tidak
memperhatikan batas-batas anggota tubuh dan menampakkan bagian-bagian
yang cukup menimbulkan fitnah, sekalipun tipis; seperti pakaian yang
dibuat mengikuti mode fashion Barat yang membentuk payudara yang bulat,
pinggang, punggung, dan sebagainya.
4. Khusyu’ dan bersahaja, baik dalam cara berjalannya.
5. Tidak bermaksud untuk menarik perhatian laki-laki
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar